Quantcast
Channel: Master Ilmu Pelet Dan Ilmu Gendam
Viewing all 361 articles
Browse latest View live

Seta

$
0
0
Figur Wayang Seta
Seta

Seta

Raden Seta adalah anak sulung Prabu Matswapati raja Wirata yang berpasangan dengan Dewi Rekatawati. Seta berarti putih, nama tersebut diberikan karena Raden Seta berkulit putih. Selain berarti putih Seta berasal dari kata ‘set’ atau belatung. Nama tersebut berkaitan dengan kelahiran Seta. Ada yang mengatakan bahwa Seta lahir dari set atau belatung yang ada di tubuh Dewi Durgandini, saudara kembar Prabu Matswapati, jadi tidak dilahirkan oleh Dewi Rekatawati istri Prabu Matswapati.

Konon dikisahkan, Dewi Durgandini menderita penyakit kulit, hingga sekujur tubuhnya dikerumuni oleh set dan menebarkan bau amis. Penyakit yang telah menaun tersebut dapat disembuhkan oleh Begawan Palasara. Karena jasanya, Begawan Palasara dinikahkan dengan Dewi Durgandini. Setahun setelah menikah, Dewi Durgandini melahirkan anak yang diberi nama Abiyasa. Pada saat kelahiran Abiyasa ada set yang keluar bersamaan dengan bayi Abiyasa. Diperkirakan bahwa set tersebut merupakan sisa dari penyakit yang pernah diderita oleh Dewi Durgandini. Set tersebut kemudian disabda oleh Begawan Palasara maka jadilah seorang bayi dan diberi nama Seta. Raden Seta kemudian dijadikan anak sulung oleh Prabu Matswapati atau Raden Durgandana, saudara kembar Dewi Durgandini.
Seta adalah seorang yang pemberani, mempunyai ilmu-ilmu tingkat tinggi, dan pusaka sakti. Batara Narada pernah meminta bantuan kepada Seta untuk mengundurkan pasukan Pancalaretna pimpinan Prabu Malangkara atau Malangdewa, yang menyerang kahyangan Suduk Pangudal-udal. Atas jasanya mengalahkan Prabu Malangkara, Seta mendapatkan Dewi Kanekawati, putri Batara Narada.
Sebagai si sulung, sesungguhnya Seta akan diangkat sebagai putra mahkota, namun ia lebih senang menjalani laku sebagai petapa. Oleh karenanya sebagian besar dari waktunya dihabiskan di pertapaan Suhini, yang terletak di lereng gunung Selaperwata atau gunung Ulu-ulu.
Walupun menjadi petapa, Seta adalah beteng Negara Wirata yang kuat dan tangguh. Pernah pada suatu waktu, Seta bersama Bima dan Harjuna berhasil mengundurkan musuh gabungan dari Negara Trigatra dan Negara Hastina yang sudah berhasil menangkap Prabu Matswapati dan hampir saja menduduki kraton Wirata.
Ketika perang Baratayuda meletus, Seta diangkat sebagai panglima perang Pandawa untuk yang pertama kalinya. Di medan laga Seta berhasil memporak-porandakan lawan. Raden Rukmarata, putra Prabu Salya gugur di tangan Seta. Resi Bisma yang diunggul-unggulkan di Hastina, jika tidak dibantu ibunya, yaitu Dewi Ganggawati kewalahan tanding dengan Seta.
Jika sesuai dengan namanya, Seta artinya putih, maka penggambaran Seta dalam pewayangan berwajah putih. Namun kebanyakan wayang Resi Seta bermuka merah, untuk menggambarkan watak pemberani, tegas ‘getapan.’
herjaka HS

Danaraja

$
0
0

Figur wayang danareja

Danaraja dalam bentuk wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)
Danaraja

Danaraja atau Wisrawana adalah anak Prabu Lokawarna raja negara Lokapala yang berpasangan dengan Dewi Lokawati. Ketika Dewi Lokawati melahirkan, Batara Brahma datang. Ia menyaksikan bayi yang dilahirkan Dewi Lokawati mirip sekali dengan ayahnya, maka diberilah nama Wisrawana. Nama Wisrawana ini di sesuaikan dengan nama Wisrawa, yang adalah nama ayahnya sebelum menjadi raja. Setelah Wisrawana dewasa, ia mendapat warisan tahta negara Lokapala, dan menjadi raja bergelar Prabu Danaraja atau Danapati.

Semenjak tahta pemerintahan negara Lokapala dipasrahkan kepada Wisrawana, Prabu Lokawarna meninggalkan negeri Lokapala untuk bertapa di pertapaan Girijembangan, dengan sebutan Begawan Wisrawa.

Salah satu cacatan suram yang pernah menghampiri negara Lokapala dalam pemerintahan Prabu Danaraja adalah, ketika begawan Wisrawa dimohon oleh Prabu Danaraja untuk melamarkan Dewi Sukesi melalui sayembara yang digelar di Negara Alengkadiraja. Pada waktu itu Begawan Wisrawa atas nama Prabu Danaraja anaknya, berhasil memenangkan sayembara dengan membedhah ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Dengan keberhasilan tersebut, Dewi Sukesi menjadi haknya Begawan Wisrawa. Namun Dewi Sukesi bukanlah barang yang dapat diperlakukan seenaknya oleh Begawan Wisrawa. Ia tidak mau diberikan kepada Danaraja anaknya. Bukankah yang berhasil membedah ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah Wisrawa? Oleh karenanya Dewi Sukesi memasrahkan jiwa-raga hanya kepada Begawan Wisrawa.

Sejatinya Begawan Wisrawa sendiri telah tak berdaya saat membedhah ‘ilmu sakti’ Sastrajendra dihadapan kemolekan Dewi Sukesi. Ada magnet yang amat kuat, yang tidak mungkin dilepaskan Begawan Wisrawa.

Maka pada akhirnya Begawan Wisrawa dengan sadar memilih untuk tidak menyerahkan hasil lamarannya kepada Danaraja anaknya, melainkan hasil lamarantersebut untuk dirinya sendiri. Atas keputusan sang pemenang tersebut, Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi diresmikan menjadi sepasang suami istri oleh Pabu Sumali di negara Alengkadiraja

Tentu saja Danaraja menjadi marah, ia mendatangi ayahnya di Alengkadiraja untuk minta pertanggungjawaban sebagai orang tua. Wisrawa merasa bersalah, namun tidaklah mungkin untuk menyerahkan Dewi Sukesi kepada Danaraja. Dan perang tanding pun tidak dapat dihindari. Para Dewa di kahyangan merasa gerah atas perang tanding antara bapak dan anak yang telah berlangsung berhari-hari.

Peperangan harus segera dihentikan, demikian Batara Guru yang adalah rajanya dewa memerintahkan kepada Batara Narada patihnya, untuk melerai pertikaian tersebut.

Atas perintah Batara Guru, Batara Narada segera turun ke Arcapada (dunia) untuk melerai yang sedang bertikai. Dikatakan kepada keduanya, bahwa kejadian ini sudah sesuai dengan rencana para dewa, jodoh Dewi Sukesi adalah Wisrawa. oleh karenanya Danaraja harus menerima kenyataan ini.

Dengan penjelasan Batara Narada, Prabu Danaraja mau menerima kenyataan yang terjadi. Dengan kebesaran hati Prabu Danaraja, ia diangkat menjadi Dewa dengan sebutan Batara Danaraja. Ia menjadi dewanya harta benda, dan tinggal di Kahyangan Wukir Kaliasa dan lebih dikenal dengan sebutan Batara Kwera.

herjaka HS

Cantrik

$
0
0

Figur Wayang Cantrik

Cantrik
Tokoh Cantrik ditampilkan dalam wayang kulit purwa dengan roman muka yang gembira dengan plelengan. Hidungnya ndelik atau sumpel. Bermulut sunthi dengan kumis tipis, kadang ada yang berjenggot dan berjabang. Perut buncit, memakai rompi dan memakai celana pocong dagelan. Kepalanya memakai kethu, semacam topi. Dipunggungnya, kemana-mana menyandang sabit.
(wayang buatan Kaligesing Purworejo, koleksi museum Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono)

Cantrik

Cantrik termasuk panakawan, namun tidak panakawan baku seperti halnya: Semar, Gareng, Petruk dan Bagong (panakawan tengen) atau pun Togog dan Bilung (panakawan kiwa). Cantrik merupakan panakawan morgan atau panakawan sampingan dan tidak baku. Walaupun tidak baku kehadiran Cantrik dalam wayang kulit purwa cukup penting. Ia hadir sebagai pengiring pendeta atau begawan, baik pendeta yang berujud raksasa maupun pendeta yang berujud ksatria, di sebuah pertapaan atau percabaan.

Pada pagelaran wayang kulit Purwa, adegan percabaan ini merupakan kelanjutan dari adegan gara-gara, ketika para panakawan tengen (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) selesai bersenang-senang menghibur, lalu mengantar seorang ksatria menuju percabaan untuk memohon pencerahan kepada pendeta yang bersangkutan. Dalam adegan percabaan ini biasanya seorang dalang memanfaatkan bertemunya Cantrik dan Semar Gareng, Petruk, Bagong dengan guyonan yang lucu dan konyol.
Sesungguhnya Cantrik merupakan penggambaran seseorang yang sedang menuntut ilmu kepada pendeta atau begawan di padepokan atau percabaan. Sistem pengajaraannya menggunankan sistem khusus, yaitu sistem pengajaran paguron. Dalam sistem paguron ini, para Cantrik (laki-laki) dan Mentrik (perempuan) juga menjadi bagian dari keluarga, mereka tinggal makan dan bekerja bersama serta berfungsi sebagai pelayan atau pengasuh.
Tokoh Cantrik jarang diceritakan secara khusus, kecuali tokoh cantrik yang bernama Janaloka. Cantrik yang satu ini menjadi terkenal karena keinginannya memperistri Endang Pergiwa dan ssaudara kembarnya Endang Pergiwati. Pergiwa dan Pergiwati adalah anak Arjuna dengan Endang Manuhara yang tinggal bersama eyangnya Begawan Sidik Wacana di percabaan Andong Sumiwi. Pada suatu hari kedua putri kembar itu ingin menemui Arjuna ayahnya di keraton Ngamarta. Begawan Sidik Wacana mengutus Cantrikanya untuk mengantar kedua cucunya menemui ayahnya. Namun di tengah jalan Cantrik Janaloka yang seharusnya melindungi Endang Pergiwa dan Endang Pergiwati, malahan berniat memperistrinya. Namun sebelum niat Cantrik Janaloka kesampaian, ia keburu mati ditangan para Korawa.
Cerita ini menggambarkan seseorang yang memiliki keinginan, namun tidak ‘ngilo githoke dhewe,’ tidak melihat kekuatan dan kenyataan yang dimilikinya. Dan juga merupakan penggambaran dari abdi yang tidak setia kepada gurunya yang selama ini telah membimbingnya. Diibaratkan pagar makan tanaman yang seharusnya dijaga malah dirusak sendiri.
herjaka HS

Kunti

$
0
0

Figur Wayang Kunti

Kunti
Kunti atau Dewi Prita adalah anak Raja Kuntiboja dari negara Mandura. Setiap ada tamu kehormatan yang datang di negara Mandura, Kunti lah yang mendapat kepercayaan oleh Prabu Kuntiboja untuk menyambut tamu kehormatan tersebut. Karena perangainya yang lembut, sabar dan mempesona, banyak tamu negara yang memuji cara Kunti menjamu tamu-tamunya. Salah satu tamu kehormatan yang sangat kagum kepada kunthi adalah seorang begawan sakti dan nyentrik bernama Begawan Druwasa. Saking senangnya kepada Kunti, Begawan Druwasa mengangkat Kunti sebagai murid dan memberi mantra sakti aji pameling atau Aditya Herdaya, yang dapat mendatangkan dewa sesuai dengan keinginannya.

Disuatu pagi nan cerah, Kunthi sengaja bermalas-malasan di tempat tidur, sehingga hari semakin siang. Sinar matahari mulai menembus celah-celah kamarnya. Oh begitu indah sinar mentari di siang itu, Kunthi terhenyak dari tilam sari dan segera mandi.
Masih terpana dengan indahnya sinar surya disiang itu, pada saat mandi Kunti membayangkan betapa indahnya pula Dewa yang berada dibalik keindahan matahari tersebut. Niatnya untuk bertemu dengan dewa Surya semakin kuat, maka kemudian Kunti membaca mantra aji Aditya Herdaya. Selesai mantra dibaca, Dewa Surya datang menemui Kunti. Akibat dari pertemuan tersebut Kunti hamil. Raja Kuntiboja murka, Kunti akan disingkirkan dari negara Mandura, karena telah mencemarkan nama orang tua dan kewibawaan negara Mandura.
Namun sebelum Prabu Kuntiboja menghukum Kunti, Begawan Druwasa datang untuk menolong Kunti muridnya. Dengan kesaktiannya, bayi yang ada di dalam kandungan dikeluarkan melalui telinga, sehingga Kunti masih tetap perawan. Bayi yang lahir melalui telinga tersebut diberi nama Karno, yang artinya telinga. Atas perintah Prabu Kuntiboja bayi tersebut di masukan ke dalam kendaga dengan pakaian lengkap kemudian hanyutkan di sungai Gangga.
Agar peristiwa memalukan tidak terulang lagi, Prabu Kuntiboja berniat menikahkan Kunti dengan membuka sayembara. Dan sayembara tersebut dimenangkan oleh Pandudewanata. Kunti kemudian dinikahkan dengan Pandudewanata, raja Hastinapura.
Dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga, Pandudewanata mendapat kutukan dari Resi Kimindamana, bahwa dirinya akan mati mendadak jika melakukan hubungan suami istri. Oleh karena kutuk tersebut, Kunti sebagai pendamping yang setia ingin membesarkan hati Pandu agar jangan putus asa, masih ada harapan untuk masa depan Hastinapura. “Masa depan Hastinapura senantiasa gelap adanya, karena kutukan Resi Kimindama, aku tidak mampu memberikan anak keturunan untuk menyambung tahta Hastinapura.” Kunti meyakinkan bahwa masih ada harapan untuk masa depan Hastinapura yang cerah. Tiba-tiba wajah Pandu yang murung berubah cerah. Ia teringat akan cerita Kunti tentang mantra sakti aji Aditya Herdaya pemberian Begawan Druwasa.
Dengan penuh kesungguhan, Pandu memohon kepada Kunti agar bersedia mengetrapkan mantra aji Aditya Herdaya untuk mendapatkan anak demi masa depan Hastinapura.
Karena ketaatannya kepada Pandu, maka kemudian dengan mantra sakti Aditya Herdaya Kunti mendatangkan tiga dewa sesuai dengan keinginan Pandu, yaitu dewa Darma, Dewa Bayu dan dewa Indra. Dari ketiga dewa itulah Kunti melahirkan Puntadewa, Bimasena dan Harjuna. Setelah itu Kunti mengajari Dewi Madrim istri Pandu yang satunya, untuk membaca mantra sakti pemberian Begawan Druwasa. Maka kemudian datanglah dewa kembar yang bernama dewa Aswan dan dewa Aswin. Dari mereka berdua, Dewi Madrim melahirkan anak kembar yang diberi nama Pinten dan Tangsen, atau Nakula dan Sadewa.
Kunti adalah seorang wanita yang sabar, taat dan setia pada suami dan sangat mencintai anak-anaknya. Ia adalah sosok pendamping yang mampu memberikan cahaya, dikala pasangannya sedang jatuh dalam gelap.
herjaka HS

Semar, Gareng, Petruk, Bagong

$
0
0
Semar, Gareng, Petruk, Bagong
Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua tulisan sebelumnya, bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.
Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.
Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi.
(herjaka)

Cangik

$
0
0

Figur Wayang Cangik


Cangik
Cangik dalam bentuk wayang kulit purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Cangik

Diantara abdi raja yang bertugas melayani bendara-bendara putri di keputren, ada dua abdi yang populer, satu diantaranya adalah Cangik. Dinamakan Cangik karena abdi putri yang satu ini mempunyai ciri fisik yang menonjol, yaitu dagunya menjorok ke depan, dalam bahasa Jawa disebut ‘Nyangik.’ Oleh karena ciri fisik inilah, ia kemudian dikenal dengan nama Cangik. Nama ‘paraban’ ini lebih populer ketimbang nama asli pemberian orang tua.
Selain dagunya yang nyangik, ciri fisik lainnya adalah: dahinya nonong, matanya pecicilan, hidung sunthi, badannya kurus, rambutnya selalu digelung tekuk, kebiasaannya mengenakan ‘kesemekan’ dan memakai jarit motif kawung.

Cangik tergolong abdi yang serba bisa, setia, sabar, periang dan berwawasan luas. Ia sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangik bisa diajak berembug untuk mencari solusi. Ketika bendara putrinya berduka, Cangik tampil bernyanyi dan menari untuk menghiburnya.
Banyak orang beranggapan bahwa Cangik bukanlah abdi biasa, ia dapat berperan ganda sesuai dengan kebutuahan bendara putrinya. Bahkan bagi si bendara putri, Cangik dapat dijadikan pengganti orang tuanya dalam hal nasihat-nasihat yang dibutuhkan.
Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Cangik sebagai juru penerang dan sekaligus juru penghibur kepada bendaranya dan juga kepada masyarakat luas.
herjaka HS

Semar dan Wahyu

$
0
0

Semar dan Wahyu

Di dalam tulisan sebelumnya yang berjudul "Batara Semar," telah dipaparkan bahwa Batara Semar atau Batara Ismaya, yang hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dlam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.
Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.
Dengan penggambaran bentuk yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan, dan sekaligus kehidupan itu sendiri.
Jika dipahami bahwa hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hipup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Pada upaya bersatunya antara kawula dan Gusti inilah, Semar menjadi penting. Karena berdasarkan makna yang disimbolkan dan terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.
Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.
Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para raja, karena dapat dipastikan, bahwa dengan memiliki Semar Badranaya maka wahyu akan berada dipihaknya.
Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.
Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga. Dari ke dua sudut pandang itulah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.
Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksannan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi sepiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.
Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga
(herjaka)

Panakawan

$
0
0

Figur WayangPanakawan


Di dalam cerita Pewayangan khususnya Yogyakarta dan Surakarta dikenal adanya tokoh Panakawan. Pana artinya mengetahui, memahami permasalahan yang dihadapi dan mampu memberikan solusi-solusinya. Sedangkan Kawan atau sekawan selain berarti berjumlah empat, juga dapat dimaknai sebagai teman atau sahabat. Mereka adalah Semar beserta ketiga anaknya, yaitu; Gareng, anak yang paling tua, Petruk anak kedua dan yang bungsu bernama Bagong.
Tugas utama panakawan adalah menghantar dan memomong tokoh ksatria dalam mencari dan mencapai cita-cita hidupnya. Hubungan antara panakawan dan tokoh ksatria adalah hubungan yang sangat lentur. Kadang-kadang hubungan mereka bagaikan abdi dan bendara, yang melayani dan yang dilayani. Ada kalanya hubungan mereka seperti layaknya raja dan rakyatnya, gusti dan kawula, yang disembah dan yang menyembah Namun yang lebih tepat hubungan antara Panakawan dan ksatria bagaikan kedua sahabat yang saling berkomunikasi, berinteraksi, bertukar pendapat serta pikirannya untuk menyelesaikan dan menyingkirkan masalah-masalah yang menghalangi dalam usahanya mencapai sebuah cita-cita. Mereka saling asah (mengasah budi dan pikiran), asih (mengasihi dan mencintai), asuh (menjaga dan memelihara).
Keberhasilan tokoh ksatria dalam mencapai cita-citanya sangat bergantung kepada panakawan. Jika sang ksatria bersikap rendah hati mampu membina hubungan yang harmonis dengan panakawan, mau membuka hati untuk mendengarkan dan melaksanakan saran dari tokoh panakawan, dan rela hidup miskin, niscaya keberhasilan akan tercapai. Namun jika terjadi sebaliknya, kegagalanlah yang didapat. Karena begitu dominannya peran panakawan dalam menentukan keberhasilan sang ksatria, maka kemudian muncul sebuah pertanyaan Siapakah sesungguhnya tokoh panakawan tersebut? Menyimbolkan apakah mereka? Mengapa berjumlah empat?
Tidak sedikit tulisan dan pendapat yang menguraikan tokoh panakawan. Diantaranya adalah bahwa tokoh panakawan adalah Dewa atau penguasa semesta alam yang ngejawantah menjadi manusia miskin untuk bekerjasama dan membantu usaha manusia agar dapat mencapai cita-cita luhur. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan tokoh panakawan ini bersamaan dengan suatu gerakan kalangan bawah yang ingin menunjukan kekuatan rakyat yang sesunguhnya. Raja dan para bangsawan (ksatria) yang berkuasa, tidak akan pernah berhasil mengantar negerinya kearah kemakmuran dan kesejahteraan jika tidak didukung dan di emong oleh rakyat. Seperti yang digambarkan dalam cerita wayang bahwa yang berhasil dan menang dalam sebuah pergulatan mendapatkan ‘wahyu’ adalah tokoh yang senantiasa diikuti oleh panakawan.
Sementara itu ada yang menguraikan bahwa ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta,. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan. Tangan cekot adalah rasa ketelitian. Kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Tangan depan menuding dengan telunjuknya, tangan belakang dalam posisi menggenggam. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya pekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karsa berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masin-masing dengan harmonis untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Diibaratkan seorang sais (jati diri manusia) mengendarai sebuah kereta yang ditarik empat ekor kuda (cipta, rasa, karsa dan karya). Bagaimana Kereta itu berjalan untuk mencapai tujuan sangat bergantung dengan kemampuan sais dalam mengendalikan dan mengoptimalkan kuda-kudanya. Jika si sais terampil niscaya ke empat kudanya akan kompak berderap berpacu menuju sasaran. Rintangan yang menghadang di jalan tidak akan membuat kereta jatuh dan tak mampu bangkit kembali. Paling-paling kereta akan mengurangi kecepatan sejenak untuk kemudian berpacu kembali.
(Herjaka)

Limbuk

$
0
0

Figur Wayang Limbuk

Limbuk
Limbuk dalam bentuk wayang kulit purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Limbuk

Limbuk dan Cangik adalah abdi raja yang bertugas melayani bendara-bendara putri di keputren, bersama dengan abdi-abdi putri lainnya. Pasangan Limbuk dan Cangik ini paling populer dibandingkan dengan abdi-abdi putri lainnya. Kepopuleran sepasang abdi tersebut bukan karena kemampuannya yang istimewa, melainkan karena ciri fisik yang dimiliki berbeda dengan abdi-abdi lainnya.

Limbuk dalam bahasa Jawa artinya ‘lemu tur wagu’ yaitu badannya gemuk tetapi kurang proposional. Pada masyarakat Jawa seorang wanita yang mempunyai ciri fisik gemuk tetapi tak beraturan diberi ‘paraban’ atau sebutan Limbuk. Nama sebutan yang sesuai dengan ciri fisiknya tersebut justru lebih populer ketimbang nama yang sesungguhnya pemberian dari orang tua.
Limbuk tergolong abdi wanita yang berparas jelek, namun genit. Oleh karenanya berkali-kali Limbuk batal dilamar. Sebagian orang menganggap bahwa Limbuk adalah anak Cangik. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa hubungan Limbuk dan Cangik adalah hubungan teman sekerja.
Lepas dari itu semua Limbuk dan Cangik merupakan pasangan yang populer dan digemari orang banyak. Saking populernya hingga ada adegan khusus yang dinamakan Limbukan. Dalam adegan ini, tokoh Limbuk dan Cangik dijadikan sarana untuk memberi informasi, pencerahan dan sekaligus hiburan.
Kedua abdi tersebut saling melengkapi. Mereka sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangiklah yang sering diajak berembug untuk memecahkan masalah serta mencari solusi. Sementara itu jika bendara putrinya berduka, Limbuk tampil menghibur dengan bernyanyi dan menari.
Selain badannya yang gemuk ‘pating pecotot,’ Limbuk mempunyai ciri fisik yang lain, yaitu: dahinya lebar, matanya pecicilan, hidung sunthi, rambutnya selalu digelung kecil dan memakai kesemekan serta jarit
Banyak orang beranggapan bahwa pasangan Limbuk Cangik bukanlah abdi biasa, mereka merupakan abdi kesayangan, yang berfungsi ganda sesuai dengan kebutuhan bendara putrinya. Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Limbuk dan Cangik selain sebagai abdi yang melayani, juga sebagai orang tua yang memberi solusi dan sekaligus berperan sebagai sahabat yang penghibur, termasuk menghibur masyarakat luas.
herjaka HS

Kala

$
0
0

Figur Wayang Kala

Kala
‘Kala yang adalah anak Batara Guru mendapat gelar Batara.
Dan ia pun berpakaian seperti layaknya pakaian para dewa,
yaitu berjubah, memakai tutup kepala ketu dewa oncit,
memakai samir dan praba. Batara Kala dalam bentuk wayang kulit purwa,
buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya’ (foto: Sartono)

Kala

Disuatu hari, ketika Batara Guru dan Dewi Uma terbang bercengkrama di atas alam desa yang indah permai, sampailah mereka berdua dipenghujung hari. Senja temaram yang indah, langit berwarna kemerah-merahan, sungguh pemandangan yang amat indah dan romantis. Kulit Dewi Uma yang tertimpa sinar mentari senja, merona cemerlang bagaikan emas murni. Batara Guru terpana melihat kecantikan Dewi Uma dan keelokan tubuhnya. Darah lelakinya bergolak. Ia lupa akan dirinya yang adalah raja dewa Suralaya, dan memaksa istrinya untuk melayani gejolak nafsunya. Dewi Uma menolak untuk melakukan perbuatan yang tidak pada tempatnya itu. Ia menghindar dari sergapan suaminya yang penuh nafsu birahi, sehingga kama Batara Guru jatuh di samodra. Batara Guru amat marah kepada Dewi Uma. Maka dikutuklah Dewi Uma menjadi raksasa dan diberi nama Batari Durga.

Dikisahkan kama salah yang jatuh, mengebur samodra dibarengi dengan badai dahsyat. Lalu kemudian munculah dari samodra sinar putih berujud sosok menakutkan yang bergulung-gulung menuju Kahyangan. Atas perintah Batara Guru ‘Kama Gumlundung’ demikian cahaya putih itu disebut, dihujami pusaka-pusaka andalan para dewa untuk dibinasakan, agar tidak masuk ke Kahyangan. Namun Kama Gumlundung tidak binasa oleh pusaka-pusaka para dewa yang dihujamkannya, bahkan ia mampu menyerap energi-energi para dewa dan sekaligus keempat energi alam, yaitu Guntur Geni (energi api), Guntur Banyu (energi air), Guntur Bayu (energi angin) dan Guntur Bumi (energi bumi). Dari Guntur Geni ia mendapat kekuatan, dari Guntur Banyu ia mendapat kehidupan, dari Guntur Bayu ia mendapat kecepatan gerak dan dari Guntur Bumi ia semakin tumbuh dan jadilah rasaksa umur belasan tahun. Ia meninggalkan lautan menyusuri rawa-rawa.
Para dewa berlari masuk kahyangan. Raksaksa tersebut mengejarnya, sembari mengambil ganggeng dan lumut dan ditempelkan di badannya, untuk menutupi tubuhnya menirukan busana yang dipakai para dewa. Tak beberapa lama raksasa remaja tersebut telah bertemu Batara Guru. Ia ‘ngawu-ngawu sudarma’, meminta diaku sebagai anak. Batara Guru tidak dapat mengingkari nya. Ia mengakui dengan jujur bahwa geger kahyangan ini adalah merupakan akibat dari hasil perbuatannya. Oleh karenanya raksasa yang lahir dari kama salah ini diaku sebagai anak dan diberi nama Kala.
Batara Guru merasa kawatir, jika hal itu dibiarkan akan menelan banyak korban. Maka, ketika Kala bersujud di hadapan Batara Guru, dipotonglah lidah dan taring Kala yang mengandung bisa itu.
Potongan lidah dicipta Batara Guru menjadi senjata panah, dinamakan Pasopati. Kemudian potongan taring sebelah kanan dicipta menjadi senjata keris bernama Kalanadah, dan potongan taring sebelah kiri dicipta menjadi keris bernama Kaladete.
Kala didampingi oleh Batari Durga, yaitu penjelmaan dari Dewi Uma, istri Guru yang dikutuk menjadi wanita bermuka raksasa diberi tempat di Pasetran Gandamayit. Ditempat itu mereka berkuasa atas bangsa makhluk halus. Ada yang menyebutkan bahwa tempat tinggal Kala adalah Kahyangan Sela Mangumpeng.
herjaka HS

Baladewa

$
0
0

Figur Wayang Baladewa

Baladewa
Prabu Baladewa, wayang kulit purwa buatan Kaligesing,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Baladewa

Baladewa adalah anak Prabu Basudewa, raja Mandura dari Ibu yang bernama Dewi Mahendra. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Kresna. Walaupun lahir kembar Baladewa dan Kresna adiknya tidak sama. Baladewa berkulit putih bule, sedangkan Kresna berkulit hitam cemani. Selain kresna, Baladewa mempunyai adik wanita bernama Bratajaya atau Sumbadra.
Walaupun Baladewa terkenal sebagai raja yang mudah marah, ia jujur, adil, dan tulus. Ia tidak sungkan-sungkan untuk meminta maaf atas kesalahannya. Sejak kecil Baladewa dan ke dua adiknya diungsikan dan disembunyikan di kademangan Widarakandang karena mendapat ancaman mau dibunuh oleh Kangsadewa. Di kademangan Widarakandang Baladewa dan kedua adiknya diasuh oleh Demang Antyagopa dan nyai Sagopi.

Di dalam pengungsian, Baladewa remaja yang bernama Kakrasana berguru kepada seorang resi jelmaan Batara Brama di pertapaan Argasonya. Setelah selesai berguru Baladewa diberi pusaka sakti yaitu senjata Nanggala yang berujud angkus, angkusa atau mata bajak, dan Alugora berujud gada dengan kedua ujung yang runcing. Selain itu Baladewa juga mendapat aji Jaladara yang dapat terbang dengan kecepatan tinggi. Maka kemudian Kakrasana mendapat sebutan nama Wasi Jaladara.
Baladewa beristeri Erawati anak Raja Salya dari negara Mandaraka dan mempunyai dua anak laki-laki yaitu Wisata dan Wimuna. Baladewa menjadi raja di Mandura menggantikan ayahnya Prabu Basudewa
Nama lain dari Baladewa adalah Kakrasana, Karsana, Balarama, Wasi Jaladara, Curiganata.
Pada saat perang Baratayuda berlangsung, Baladewa justru tidak terlibat sama sekali. Hal ini disebabkan karena rekayasa Prabu Kresna. Baladewa sengaja diselamatkan oleh Kresna dari kemungkinan buruk yang bakal menimpanya, yaitu dengan meminta Baladewa bertapa di Grojogan sewu. Tujuannya agar Baladewa tidak mendengar suara gemuruh perang, karena tertutup oleh suara air terjun. Baru ketika perang Baratayuda sudah usai, Baladewa sadar bahwa ia ditipu oleh adiknya. Baladewa meninggal dalam usia lanjut. Ia sempat menyaksikan penobatan Prabu Parikesit menjadi raja Hastinapura. Baladewa wafat menyusul Kresna adiknya yang terlebih dahulu muksa.
herjaka HS
dari berbagai sumber

Narada

$
0
0

Figur Wayang Narada

Narada
Batara Narada, wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo, koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Narada

Pada awal mula dunia diciptakan, adalah sebuah cahaya berbentuk telur. Sang Maha Pencipta atau Sang Hyang Tunggal menjadikannya kulit telur menjadi bumi dan langit yang dipisahkan cakrawala. Setelah kulit telur terpisah dari isinya, maka semakin bercahayalah isi telur tersebut. Cahaya yang memancar dari kuning telur menjadi Manik atau intan dan Maya, atau cahaya indah berwarna kehijauan. Sedangkang cahaya yang ditimbulkan dari bagian putih telur menjadi Nur, sinar terang benderang berwarna putih kekuning-kuningan, dan Teja atau sorotnya, pancarannya dari cahaya tersebut.

Dari keempat cahaya yang di pancarkan dari isi telur yaitu: Manik, Maya, Nur dan Teja, lahirlah empat orang manusia yang berupa ksatria tampan dengan badan ideal atau disebut dengan bambangan. Dari Manik lahirlah Manikmaya. Dari Maya lahirlah Ismaya. Dari Nur lahirlah Nurada. Dari Teja lahirlah Tejamantri. Keempat manusia pertama ciptaan Sang Hyang Tunggal tersebut disebut sebagai dewa dengan gelar batara.
Pada kisah selanjutnya keempat batara yang tampan tersebut saling berebut untuk menjadi penguasa dunia. Batara Manikmaya, Batara Ismaya dan Batara Tejamantri beradu kesaktian. Dalam adu kesaktian tersebut Batara Manikmaya berubah bentuk menjadi orang bertangan empat dengan sebutan Batara Guru. Batara Ismaya, berubah menjadi seorang berbadan pendek bulat dan hitam dan lebih dikenal dengan nama Semar. Batara Teja atau Batara Tejamantri atau juga Batara Antaga berubah bentuk menjadi orang pendek, gemuk dan bermulut lebar dan biasa dipanggil Togog.
Sementara itu Batara Nurada yang tampan, sakti, cerdas, banyak ilmu dan berwawasan luas sedang bertapa di tengah samodra. Ia merasa paling pantas menjadi penguasa dunia. Batara Guru datang dan mengatakan bahwa dirinya yang paling pantas menjadi penguasa dunia. Dikarenakan tidak ada yang mau mengalah dalam hal kekuasaan, keduanya terlibat dalam perkelahian. Batara Guru dapat mengalahkah kesaktian Batara Nurada dan menyatakan bahwa wajah Nurada itu lucu. Seketika itu Batara Nurada menjadi jelek tidak tampan lagi. Wajahnya lucu dan tubuhnya pendek, perutnya buncit. Namun dalam hal ilmu dan kecerdasan, Batara Nurada yang kemudian disebut Batara Narada mempunyai tingkatan ilmu lebih tinggi dibandingkan dengan Batara Guru. Oleh karenanya Batara Narada diangkat menjadi patih kahyangan Jonggring Saloka atau Suralaya mendampingi Batara Guru.
Selain menjadi patih Batara Narada juga menjadi penasihat Batara Guru dan sekaligus menjadi sesepuh para dewa. Kepada Guru ia memanggil adi Guru, dan sebaliknya Batara Guru menyebut kakang Narada.
Batara Narada bertempat tinggal di Kahyangan Suduk Pangudal-udal. Ia mempunyai satu isteri yang bernama Dewi Wiyodi. Dari perkawinan tersebut Batara Narada menurunkan dua anak yaitu Dewi Kanekawati dan Bhatara Malangdewa.
Karena kata sakti yang diucapkan Batara Guru sehingga ketampanan Batara Narada hilangi. Selanjutnya Batara Narada dilukiskan sebagai dewa yang lucu dan suka berkelakar, tetapi dibalik kelucuannya sesungguhnya ia adalah dewa yang paling pandai dan waskita. Diantara para dewa di Kahyangan, Batara Naradalah yang lebih sering mendapat tugas turun ke dunia memberikan anugerah kepada manusia. Sepanjang hidupnya Batara Narada melakukan satu kesalahan fatal dalam manjalankan tugasnya yaitu ketika ia ditugaskan oleh penguasa Kahyangan untuk menganugerahkan pusaka sakti berujud panah yang bernama Kuntawijayandanu. Seharusnya pusaka itu diberikan kepada Harjuna, tetapi keliru diberikan kepada Adipati Karna.
Batara Narada memiliki jimat berupa cupu Lingga Manik yang berisikan Tirta maya Mahadi yang dapat digunakan untuk mengobati segala macam penyakit. Nama lain dari Batara Narada adalah Sang Hyang Kanekaputra.
herjaka HS

Pandudewanata

$
0
0

Figur Wayang Pandu dewanata

Pandudewanata
‘Pandudewanata dalam bentuk wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)

Pandudewanata

Raden Pandu adalah anak kedua raja Hastina yang bernama Abiyasa atau Prabu Kresnadwipayana, yang berpasangan dengan salah satu dari ketiga putri negara Kasi atau Giyantipura, yaitu Dewi Ambalika. Raden Pandu mempunyai wajah yang tampan, tetapi mukanya pucat dan lehernya ‘tengeng’ (kaku selalu menengok). Walaupun mempunyai cacat secara fisik, Pandu adalah satria yang sakti mandraguna serta patuh kepada orang tua.

Dikarenakan kakak Pandu buta, maka Raden Pandu menggantikan ayahandanya menjadi raja di Negara Hastinapura dengan gelar Prabu Pandudewanata. Ia beristrikan Dewi Prita atau Dewi Kunti anak raja Mandura Prabu Kuntiboja, yang didapat melalui sayembara di negara Mandura, serta Dewi Madrim, anak Prabu Mandrapati raja Mandaraka. Dari kedua istri tersebut Pandu tidak mendapatkan anak, karena kutukan Resi Kimindama, yang di‘sot’kan (dikutukan) setelah Pandu membunuh istri Resi Kimindama dengan panah. “Hai Pandu raja yang bodoh! engkau akan binasa ketika melakukan ‘saresmi’ dengan istrimu. Pandu sangat terkejut, tidak menyangka bahwa sepasang kijang yang sedang berpasihan di rumput hijau tersebut jelmaan Resi Kimindama dan istrinya.
Oleh karena kutukan itu, Pandu bersama kedua istrinya yaitu Kunti dan Madrim tidak mendapatkan anak. “Kepada siapakah negara Hastina akan diwariskan?” Pandu sangat gelisah, sebagai raja besar ia tidak mempunyai keturunan. Ia kemudian meminta kepada Kunthi yang mempunyai aji Aditya Herdaya pemberian Resi Druwasa. Dengan aji tersebut Kunti dapat mendatangkan Dewa sesuai dengan keinginannya untuk memberikan anak.
Maka kemudian lahirlah dari rahim Kunti secara berurutan: Puntadewa pemberian Dewa Darma, Bimasena pemberian Dewa Bayu, Harjuna pemberian Dewa Indra, dan disusul anak kembar Nakula dan Sadewa pemberian Dewa Aswan dan Dewa Aswin yang lahir dari rahim Madrim. Kelima anak laki-laki yang lahir dari kedua istri Pandu tersebut disebut Pandawa Lima.
Pada saat terjadi perang Pamukswa, perang antara negara Hastina dan negara Pringgondani, Prabu Pandudewanata berhasil membunuh Prabu Tremboko raja raksasa dari Pringgondani. Belum puas atas kematian musuhnya, mayat Prabu Tremboko diinja-injak sepuasnya. Pada waktu menginjak-injak mayat prabu Tremboko, kaki Prabu Pandudewanata menginjak keris Kalanadah yang masih dipegang Prabu Tremboko. Maka jatuhlah Prabu Pandudewanata dan untuk beberapa lama ia menderita sakit... dan kemudian wafat. Ada yang mengatakan bahwa wafatnya Prabu Pandu bukan karena keris Kalanadah, melainkan karena ia sedang saresmi dengan Dewi Madrim istrinya.
herjaka HS

Kartamarma

$
0
0

Figur Wayang Kartamarma

Kartamarma
Kartamarma dalam bentuk wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Kartamarma

Kartamarma adalah salah satu dari seratus anak bersaudara laki-laki yang lebih populer disebut dengan Kurawa. Anak pasangan Destarastra dan Dewi Gendari ini bertempat tinggal di negara kecil yang ditaklukan Hastina, dan kemudian disebut dengan ksatrian Toyatinalang. Di Hastinapura Kartamarma termasuk tokoh penting. Karena disamping sebagai putra raja, sewaktu yang menjadi raja Destarastra atau juga adik raja saat yang menjadi raja Duryudana, Kartamarma diangkat menjadi panitisastra atau sekretaris negara pada masa pemerintahan Prabu Duryudana. Oleh karenanya ia selalu hadir dalam setiap adegan atau cerita yang mengisahkan para Kurawa.

Walaupun Kartamarma tidak mempunyai kesaktian yang menonjol, ia adalah satu-satunya keluarga kurawa yang tidak mati dalam perang Baratayuda. Ketika melihat gelagat bahwa Kurawa bakal kalah, Kartamarma menyingkir ke hutan sembari menunggu perang selesai. Di hutan Kartamarma bertemu dengan Aswatama, anak Pandita Durna.
Setelah mendengar kabar bahwa Duryudana telah mati dan perang Baratayuda selesai Kartamarma dan Aswatama bermaksud kembali ke Hastina untuk menjemput Dewi Banowati. Kartamarma ingin mengambil istri, sedangkan Aswatama bermaksud membunuh Banowati. Namun maksud keduanya tidak kesampaian, karena Dewi Banowati telah terlebih dahulu diboyong oleh Arjuna di perkemahan para Pandawa.
Akhirnya Kartamarma dan Aswatama merubah rencana. Mereka ingin menyusup ke perkemahan pada malam hari untuk membunuh para pandawa. Dalam penyusupan tersebut Aswatama berhasil membunuh Banowati, Drestajumena dan Srikandi. Sedangkan Kartamarma dengan ditemani Resi Krepa menunggu di luar perkemahan. Keberadaan mereka berdua dipergoki oleh keluarga pandawa.
Dihadapan Kartamarma dan Resi Krepa Prabu Kresna mengatakan bahwa dengan menyusup di perkemahan pada malam hari untuk membunuh lawan yang sedang istirahat, merupakan sikap yang tidak terpuji. Sikap yang telah menanggalkan watak ksatria dan watak Pandita. Oleh karenanya Prabu Kresna mengutuk Kartamarma dan Resi Krepa menjadi seekor ‘Kutis’ hewan pemakan kotoran.
Ada yang mengisahkan bahwa Kartamarma atau Kertawarma bukan salah satu anak pasangan Destrarastra dan Gendari, melainkan anak Prabu Herdika seorang raja di Kerajaan Bhoja. Dalam perang Baratayuda, Kertawarma memihak Korawa. Hingga perang berakhir Kertawarma masih selamat. Ia kemudian pulang ke negaranya, untuk tidak berperang lagi.
herjaka HS

Adipati Karno

$
0
0

Figur Wayang Adipati Karno

Adipati Karno
jauh di luar perkemahan Tegal Kurusetra, Dewi Kunti menemui Basukarno di pinggir sungai Gangga untuk membujuknya agar mau bergabung dengan adik-adiknya Pandawa pada perang Baratayuda. (lukisan karya: Herjaka HS)

Kidung Malam 92
Adipati Karno

Basukarno tidak hanya menunjukkan kelasnya dalam hal ilmu berolah senjata panah, tetapi ia pun mampu menguasai dirinya dengan amat matang. Sikap Dewi Durpadi yang merendahkan dirinya di atas panggung sayembara, pada saat Basukarno berhasil menarik dengan sempurna busur pusaka Cempalaradya, serta penolakan Dewi Durpadi yang seharusnya menjadi putri boyongan setelah Basukarno berhasil membidik sasaran dengan tepat, tidak membuatnya menjadi kalap. Walaupun ada perasaan jengkel, Basukarno pemenang sayembara yang dibatalkan tanpa sebab, turun dari panggung kehormatan dengan penuh percayaan diri, tanpa sedikitpun rasa kecewa menggores di wajahnya.

Dengan tenang Basukarno meninggalkan panggung kehormatan. Ia tidak mempedulikan penolakan Dewi Durpadi. Baginya yang paling utama adalah mempertontonkan kemampuan ilmunya dihadapan orang banyak. Ia menyeberangi lautan manusia yang memenuhi alun-alun Cempalaradya waktu itu. Ribuan pasang mata mengikuti dan mengamati setiap gerak langkahnya. Demikian juga saat ketika ia meladeni Arjuna untuk beradu kebolehan ilmu memanah. Menyaksikan tingkat ilmu yang dimiliki Basukarno orang-orang dibuat penasaran, benarkah ia seorang sudra?
Biarlah semua orang menilaiku demikian, orang sudra! kelas bawah! Hal itu saya sadari bahwa aku memang seorang sudra anak sais kereta kerajaan yang bernama Adirata. Walaupun aku seorang sudra, kata mereka, aku adalah anak yang cerdas berani dan jujur. Aku tumbuh dan dibesarkan dibawah asuhan pasangan Adirata dan Nyai Rada.
Setelah menginjak dewasa, Basukarno sering berpetualang sendirian. Belajar kesana-kemari kepada orang-orang berilmu. Ketika pada suatu waktu Karna lewat di Sokalima, ada dorongan yang amat kuat untuk mencecap ilmu kepada Pandita Durna. Namun dikarenakan ia adalah seorang sudra, Basukarno tidak berani berterus terang, karena tahu akibatnya, yaitu ditolak. Oleh karenanya ia memilih belajar secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, agar tidak diketahui oleh siapa pun.
Selain berguru kepada Pandita Durna, Basukarno juga berguru kepada Ramaparasu guru sakti yang ahli bermain senjata Kapak dan senjata panah. Seperti halnya ketika belajar di Sokalima, di hadapan Ramaparasu, Basukarno tidak mau berterus terang. ia menyamar sebagai seorang brahmana penggembara. Hal tersebut dilakukan karena Rama Parasu mempunyai dendam pribadi kepada seorang ksatria, dan tidak mau menerima murid seorang ksatria. Maka Karna menyamar menjadi seorang brahmana dan berguru kepada Rama Parasu. Dengan menyamar sebagai brahmana, Basukarno diterima menjadi murid Rama Parasu. Ilmu-ilmu yang diajarkan diserapnya dengan cepat dan tuntas.
Jika Basukarno ingin belajar ilmu setinggi mungkin, harapan Adirata sangatlah sederhana dan realistis. Ia menginginkan agar anaknya menjadi seorang sais kereta seperti dirinya. Agar harapan tersebut dapat tercapai, Adirata memberi kereta kuda kepada Basukarno, untuk belajar menjadi sais kereta. Basukarno tidak menolak pembereian ayahnya, malahan ia menggunakan kereka kuda tersebut untuk latihan perang-perangan.
Kini, ketika Basukarno telah menjelma menjadi pemuda berilmu tinggi, Sengkuni dan Duryudana telah memeluknya. Di tengah-tengah para Kurawa, Basukarno tidak lagi seorang sudra. Ia telah diangkat menjadi Adipati yang sederajat dengan para ksatria Pandawa. Adipati Karno, demikianlah nama yang pantas disandang setelah pengangkatannya.
Adipati Karno sungguh bahagia. Kebahagiaannya tidak semata-mata pengangkatan dirinya sebagai seorang adipati, melainkan dengan pengangkatan dirinya, jalan terbuka lebar untuk dapat berperang tanding melawan Arjuna, dikelak kemudian hari.
herjaka HS

azimat menang judi | jimat judi | pegangan judi | mantra judi

$
0
0

azimat menang judi

azimat menang judi
jangan biar diri anda terbelenggu di dalam kekalahan dan ketidak mujuran..,sekarang juga saatnya untuk menggapai kemenangan dalam segala macam permaenan perjudian.dengan menggunakan media azimat menang judi. 
 
Azimat menang judi merupakan sebuah media yang cukup ampuh di gunakan sebagai pegangan dalam mengundi nasib atau segala macam perjudian. Dengan menggunakan azimat menang judi saya yakin anda akan menjadi lebih percaya diri,serta lebih tenang ketika sedang mengundi nasib atau bermaen judi, sehingga saya yakin siapapun anda yang menggunakan azimat menang judi secara otomatis akan di arahkan kepada kemenangan.

Azimat menang judi  merupakan sebuah benda  atau media yang sudah di proses secara khusus untuk di gunakan sebagai pegangan dalam mengundi nasib ataupun bermaen judi. yang pada umumnya sering di gunakan atau di jadikan pegangan dalam bermaen judi segala macam perjudian, penggunaan azimat menang judi  sangat  praktis. Tanpa harus membaca mantra sampai ratusan kali, Jimat menang judi  Dapat  digunakan dimanapun dan dalam kondisi apapun.

Berikut ini fungsi azimat menang judi.

  • Bagi yang memakai jimat ini akan selalu mendapatkan rasa percaya diri serta ketenangan ketika sedang bermaen judi ( sedang mengundi nasib ), sehingga siapapun yang memegang jimat ini akan selalu mendapatkan kemenangan.
  • Jimat judi ini juga dapat memberikan kekuatan ghaib kepada diri kita, yang mana kekuatan gaib tersebut dapat mempengaruhi lawan maen kita, sehingga membuat mereka akan menjadi lengah, bingung di dalam permaenan tersebut.,
  • Khodam azimat menang judi yang sudah di proses dapat memberikan pengaruh kepada si pemakainya ketika sedang bermaen judi, atau mengundi nasib, yang mana si pemakai akan merasakan sesuatu yang tidak masuk akal, di antaranya seperti adanya gerakan batin yang cukup kuat seperti contoh seakan akan ada yang menggerakan tangan, dll,  yang jelas jimat judi  secara otomatis akan dapat mengarahkan anda kepada kemenangan, secara tidak masuk akal..
  • Khodam Jimat menang judi juga memiliki kekuatan yang cukup luar biasa kepada si pemakainya, yang mana suara kita akan membuat orang menjadi gentar, bingung, atau panik.
  • Jimat menang judi juga dapat di gunakan untuk memprediksi nomer togel yang akan keluar ataupun permaenan bola, dll.

Berikut ini mantra azimat menang judi :

maaf mantra ini hanya saya berikan untuk yang mengambil program azimat menang judi…. ( dibaca sebanyak 3 kali )

Berikut ini tatacara Penggunaan azimat menang judi.

  • Baca mantra azimat menang judi  sebanyak tiga kali.
  • Membaca niat sesuai dengan keinginan kita.
  • Lalu setelah itu azimat menang judi  tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • selanjutnya jimat judi tersebut di tiup sebanyak satu kali.
  • Mantra azimat menang judi bisa dibaca, sebelum kita memulai permaenan judi atau mengadu nasib.
Berikut ini contoh penggunaan azimat menang judi :
Contoh satu permaenan judi secara langsung atau berhadapan langsung dengan lawan ( apapun bentuk permaeanan judinya seperti, dadu,kartu,gaple,dll )
  • Sebelum mengundi nasib, azimat judi di genggam terlebih dahulu dengan menggunakan tangan kanan.
  • Lalu membaca mantra azimat menang judi sebanyak tiga kali.
  • Lalu setelah itu baca niat sesuai dengan keinginan kita sepeti contoh berikut ini..
    “ pada saat ini saya menghendaki agar daya kekuatan khodam yang terdapat pada azimat menang judi mengalir kedalam pikiran dan jiwanya orang orang yang menjadi lawan saya agar menjadi bingung,panik, serta gerogi ketika  bermaen dengan saya “.
  • Lalu azimat menang judi tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • Setelah itu azimat tersebut di tiup sebanyak satu kali, lalu di dadalam hati sembari mengucapkan saya harus menang.
  • Azimat menang judi bisa di masukan kedalam kantong kembali.
Contoh dua permaenan judi tidak langsung atau seperti contoh tebak nomor togel ataupun tebak sekor permaenan bola.
Cara 1 :
  • lakukan ketika kita hendak beranjak tidur pada waktu malam hari.
  • Genggam azimat menang judi dengan menggunakan tangan kanan.
  • Lalu membaca mantra azimat menang judi sebanyak tiga kali.
  • Lalu setelah itu baca niat sesuai dengan keinginan kita sepeti contoh berikut ini..
    “ pada saat ini saya menghendaki agar daya kekuatan khodam yag terdapat pada azimat menang judi, dapat memberikan segala informasi yang tepat, mengenai……. ( tebak nomer togel atau bisa juga tebak sekor permaenan bola ). “
  • Lalu azimat menang judi tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • Setelah itu azimat tersebut di tiup sebanyak satu kali, lalu di dadalam hati dibarengi dengan mengucapkan “ saya harus menang“.
  • Lalu Azimat menang judi tersebut di bawah bantal yang digunakan untuk tidur,.
  • Di usahakan langsung tidur dan jangan pernah melakukan kegiatan apapun.
  • Biasanya anda akan langsung di berikan informasi dalam bentuk mimpi mengenai nomer yang akan keluar.
  • Catatan jika anda kurang yakin pada malam pertama anda bisa melakukannya pada malam berikutnya bisa di ulangi sebanyak tiga malam berturut turut, biasanya ketika bermimpi anda akan mendapatkan nomer yang sama.
Cara 2:
  • lakukan pada waktu malam hari pada saat keadaan sudah sepi.
  • Siapkan telur ayam kampong satu butir.
  • Genggam azimat menang judi dan telur tersebut dengan menggunakan tangan kanan.
  • Lalu membaca mantra azimat menang judi sebanyak tiga kali.
  • Lalu setelah itu baca niat sesuai dengan keinginan kita sepeti contoh berikut ini..
    “ pada saat ini saya menghendaki agar daya kekuatan khodam yang terdapat pada azimat menang judi, dapat memberikan segala informasi yang tepat, mengenai……. ( tebak nomer togel atau bisa juga tebak sekor permaenan bola ) yang akan keluar,  melalui pelantara sebutir telur ini “
  • Lalu azimat menang judi tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • Setelah itu azimat tersebut di tiup sebanyak satu kali, lalu di dadalam hati sembari mengucapkan saya harus menang.
  • Lalu telur ayam kampung teraebut di dekatkankan dengan nyala lampu penerangan bisa juga dengan di dekatkan kenyala lilin.
  • Biasanya nomer gaib akan tampak dan terlihat di telor tersebut.
  • Biasanya nomer yang tampak pada telor tersebut yang akan keluar.
Cara tiga :
  • Siapkan anak kecil yang masih belum baligh atau usia kurang dari 12 tahun.
  • Siapkan toples bening yang berisi air.
  • Anak kecil tesebut di suruh duduk di hadapan toples tersebut sambil memejamkan mata.
  • Genggam azimat tersebut dengan menggunakan tangan kanan.
  • Lalu membaca mantra azimat menang judi sebanyak tiga kali.
  • Lalu setelah itu baca niat sesuai dengan keinginan kita sepeti contoh berikut ini..
    “ pada saat ini saya menghendaki agar daya kekuatan khodam yang terdapat pada azimat menang judi, dapat memberikan segala informasi yang tepat, mengenai……. ( tebak nomer togel atau bisa juga tebak sekor permaenan bola ) yang akan keluar,  melaui pelantara penglihatan seorang anak yang bernama….. ( sebut nama anak tersebut ) bin…….( nama ayahnya ). “
  • Lalu azimat menang judi tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • Setelah itu azimat tersebut di tiup sebanyak satu kali, lalu di dadalam hati sembari mengucapkan “ wahai khodam tampakanlah nomer gaib melalui anak ini “
  • Usap mata anak kecil tersebut dengan menggunakan azimat menang judi tersebut.
  • Lalu setelah itu basuh wajah anak tersebut dengan menggunakan air yang ada di dalam toples tersebut.
  • Printahkan anak tersebut untuk membuka mata, lalu di suruh untuk memandang air yang ada pada toples tersebut, bersamaan dengan mengucapkan “ wahai khodam tampakkan lah nomer gaib padaku sekarang juga “
  • Biasanya nomer gaib akan tampak dan terlihat pada air di dalam toples tersebut.
  • Setelah selesai usap kembali mata anak kecil tersebut dengan menggunakan azimat menang judi.
Cara empat
  • Cara ini hanya boleh di lakukan pada waktu malam hari.
  • Siapkan kertas putih polos HVS, lalu dilipat - lipat (4 kali lipatan) menjadi empat persegi yang mengecil. Kembang mawar dua buah, Kemenyan atau hio untuk bakaran.
  • Masukan kertas HVS dan bunga mawar tersebut kedalam baskom yang berisi air.
  • Genggam azimat tersebut dengan menggunakan tangan kanan.
  • Lalu membaca mantra azimat menang judi sebanyak tiga kali.
  • Lalu setelah itu baca niat sesuai dengan keinginan kita seperti contoh berikut ini..
    “ pada saat ini saya menghendaki agar daya kekuatan khodam yang terdapat pada azimat menang judi, dapat memberikan segala informasi yang tepat, mengenai……. ( tebak nomer togel atau bisa juga tebak sekor permaenan bola ) yang akan keluar,  melaui pelantara secarik kertas dan bunga mawar “
  • Lalu azimat menang judi tersebut di usap sebanyak tiga kali.
  • Setelah itu azimat menang judi serta air yang ada di dalam toples tersebut di tiup sebanyak satu kali, dadalam hati di barengi dengan mengucapkan “ wahai khodam tampakanlah nomer gaib media ini”
  • Lalu pastikan toples atau baskom tersebut di letakan di tempat yang aman.
  • Selanjutnya anda membakar hio atau kemenyan di samping toples atau baskom tersebut.
  • Biarkan baskom tersebut sampai pagi hari atau sampai matahari terbit.
  • Setelah mata hari terbit buka kertas yang sudah basah tersebut secara perlahan dan kalau bisa jangan sampai robek, setelah kertas dibuka kembali pada ukuran kertas semula.
  • Arahkan kertas tersebut pada cahaya matahari.
  • Bersamaan dengan mengamati nomer gaib pada kertas tersebut di barengi dengan mengucapkan “ wahai khodam tampakkan lah nomer gaib pada kertas ini, kepada saya sekarang juga “
  • Biasanya di sekitar kertas tersebut akan tampak nomer gaib yang akan keluar.
untuk yang membutuhkan pegangan azimat menang judi silahkan hubungi nomer 021 97792639 ( Bpk maulana Mph )

Mahar Azimat menang Judi senilai Rp 1.250.000,-

Azimat Menang Judi

Bagong

$
0
0

Figur Wayang Bagong

Bagong
Bagong digambarkan pada wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Bagong

Tokoh Bagong digambarkan sebagai orang yang bertubuh pendek dan gemuk, matanya bundar besar, bibirnya ‘ndower’ hidungnya kecil dan pesek. Sekilas postur tubuh Bagong mirip dengan Semar, kecuali bagian kepala.
Kisah kelahiran Bagong bermula ketika Semar diperintahkan oleh Sang Hyang Tunggal, ayahnya turun ke dunia. Oleh karena sendirian, Semar meminta seorang teman. Sang Hyang Tunggal mengabulkan permintaan Semar dengan memuja bayangan Semar menjadi seorang manusia, yang kemudian diberi nama Bagong. 



Ada pula yang menceritakan bahwa yang memuja bayangan Semar menjadi Bagong adalah bukan Sang Hyang Tunggal, melainkan Semar sendiri. Hal tersebut dilakukan atas permintaan Petruk anak angkatnya yang tidak terima menjadi adik Gareng. Dikarenakan sebelum badannya rusak, Petruk adalah kakak Gareng dengan nama Raden Pecruk. Agar Petruk tetap menjadi seorang kakak, maka Semar mengangkat anak satu lagi dengan memuja bayangannya sendiri menjadi seorang manusia. Kemudian manusia tersebut diberi nama Bagong dan diangkat menjadi anak nomor tiga, adik Petruk. 

Bagong bersama Semar Gareng dan Petruk, disebut sebagai prepat Panakawan. Mereka selalu menemani, mendampingi kisah perjalanan hidup seorang ksatria untuk menggapai cita-cita luhur. Selain menemani dan mendampingi, prepat Panakawan juga berperan sebagai penasihat yang memberi solusi bilamana ksatria atau pun raja yang diikutinya menemui kesulitan. Kehadiran Bagong di antara para Panakawan sungguh memberi warna tersendiri dengan sifatnya yang kekanak-kanakan dan lucu. Bagong menjadi tokoh idola, kemunculannya selalu ditunggu-tunggu dikalangan masyarakat luas.

Di daerah Banyumas, Bagong populer dengan sebutan Bawor. Kalau di Jawa Barat ia disebut Cepot atau Astrajingga. Sedangkan Jawa Timur Bagong lebih dikenal dengan nama Mangundiwangsa. Bagong. Istri Bagong adalah seoerang Dewi yang cntik bernama Dewi Bagnawati, putri Prabu Balya dari Kerajaan Pucangsewu.
herjaka HS

Petruk

$
0
0
Figur Wayang Petruk
Petruk

Petruk yang digambarkan dalam bentuk wayang kulit Purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Petruk

Petruk adalah adiknya Gareng, anak angkat Semar yang nomor dua. Postur tubuhnya jangkung dengan anggota badan yang serba panjang. Leher panjang, hidung panjang, tangan dan kakinya panjang, rambutnya dikuncir, mata agak sipit, bibirnya selalu mengulum senyum. Saking seringnya tersenyum Petruk senang tersenyum-senyum sendiri, seperti orang yang kehilangan ingatan. Oleh karena perangainya yang lucu, ramah dan murah senyum ia selalu tampil menghibur dan akrab dengan semua orang termasuk anak-anak.

Sebelum diangkat anak oleh Semar, Petruk adalah seorang ksatria bernama Bambang Precupanyukilan dari padepokan Kembangsore. Ia adalah sosok pemuda tampan yang gemar memperdalam ilmu dari kerajaan ke kerajaan serta menjalani laku tapa dari hutan ke hutan dan gunung ke gunung. Sebagai anak muda Bambang Precupanyukilan pantas berbangga dengan ketampanannya dan pencapaian ilmunya. Oleh karenanya ketika bertemu dengan Bambang Sukadadi seorang pemuda tampan yang juga gemar menjalani laku tapa seperti dirinya, Bambang Precupanyukilan merasa terancam keberadaannya. Pertemuan sesama pemuda tampan berlimu tinggi tersebut berujung pada perkelahian. Mereka menggunakan cara kekerasan untuk saling memaksakan kehendak, bahwa dirinyalah yang lebih tampan dan lebih sakti. Namun cara itu tidak menyelesaikan masalah. Hingga muka dan badan mereka rusak, belum ada satu diantaranya yang benar-benar mampu membuat lawannya tidak berdaya. 

Perkelahian terhenti ketika ada lurah cebol berkulit hitam dari Padepokan Karang Kadempel yang bernama Janggan Smarasanta yang menghampiri tempat itu. Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan sepakat meminta lurah Janggan Smarasanta menjadi hakim untuk memutuskan siapakah diantara keduanya yang paling tampan. Janggan Smarasanta mengatakan bahwa keduanya tidak ada yang tampan. Coba lihat wajah kalian pada telaga. Keduanya berlari ke telaga dan mendapati bahwa wajahnya telah rusak akibat perkelahian yang berkepanjangan. 

Ketampanan yang dianugerahkan telah pergi tanpa membawa rasa syukur dari pemiliknya. Mereka berdua menyadari ketololannya, dan meyesali perbuatannya, untuk kemudian memasrahkan diri kepada Janggan Smarasanta yang adalah titisan Sang Hyang Ismaya. Dengan perasaan iba Lurah Karang Kadempel yang kemudian terkenal dengan nama Semar tersebut mengobati luka keduanya, baik luka batin maupun luka raga. 

Dengan mantra tembang yang mengalun lembut keduanya tertidur pulas. Ketika Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan berbaring dalam ketenangan jiwa dan ketenangan raga, angan mereka menggembara pada suasana masa lalu yang pernah ditinggali ketika mereka masih kecil. Pada waktu itu mereka berdua bernama Kucir dan Kuncung, anak dari pasangan Gandarwa Bausasra dan Nyi Luntrung yang berkuasa di wilayah gunung Nilandusa. Dikarenakan Gandarwa Bausasra mempunyai istri muda dan berpisah dengan Nyi Luntrung, Kucir dan Kuncing disia-siakan oleh ibu tirinya. Mereka tidak kerasan di rumah dan melarikan diri ke padepokan Karang Kadempel, dan kemudian diangkat anak oleh Lurah Janggan Semarasanta.

Selesai menyusuri masa lalunya dari wilayah Gunung Nilandusa, angan Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan meloncat pada masa lalu yang lain, saat mereka menjadi anak raja Jin yang bernama Gandarwa Raja Bali, dengan nama Pecruk dan Penyukilan. Walaupun anak raja Jin keduanya berwajah tampan. Namun ketampanannya tidak digunakan sebagai mana mestinya. Kedua kakak beradik itu senang menakut-nakuti dengan mencegat orang untuk disakiti dan dirampas barang bawaannya. 

Pada suatu saat ketika sedang melakukan aksi pencegatan, Pecruk dan Penyukilan berhadapan dengan Semar yang baru saja turun dari Kahyangan, maka diganggulah Semar oleh keduanya. Tetapi Semar melawan bahkan Pecruk dan Penyukilan diinjak-injak hingga tubuhnya rusak. 

Akhirnya Pecruk dan Penyukilan mohon ampun dan mengaku kalah. Oleh Semar, kedua anak itu diampuni asal bersedia menemani menjadi pamomong satria. Pecruk dan Penyukilan bersedia menuruti kehendak Semar. Keduanya diangkat menjadi anak Semar. Penyukilan yang lebih dulu rusak tubuhnya, dianggap sebagai saudara sulung dan diberi nama Gareng. Kemudian Pecruk diangkat menjadi anak nomor dua dengan nama Petruk. 
 
Setelah mengingat bahwa dirinya pernah menjadi ‘begal’ Bambang Precupanyukilan masih menyisakan angannya, bahwa ia pernah menjadi anak raja Gandarwa yang bernama Prabu Suwala dari negara Pecuk Pacukilan, namun ia tidak ingat lagi peristiwa peritiwa penting lainnya yang terjadi dimasa lalu. 

Memang, dengan mantra kidung yang ditembangkan, Semar sengaja ingin menghapus masa lalu nan getir yang pernah dialami oleh Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan, terlebih ketika mereka kehilangan ketampanannya. Agar untuk selanjutnya mereka dapat menjalani hidup dengan penuh semangat dan sukacita

Setelah mantra kidung selesai, Bambang Sukadadi dan Bambang Pecrupanyukilan tersadar dari tidurnya. Masa lalu yang pernah melintas dalam hidupnya hanyalah sebuah mimpi yang akan segera dilupakan. Ibarat seorang bayi yang lahir, mereka tidak ingat lagi masa lalunya. Yang mereka tahu bahwa mereka berdua adalah anak Semar yang diberi nama Gareng dan Petruk.
Nama lain dari Petruk adalah: Kantong Bolong, Pentung Pinanggul, Doblajaya, Loncung Boing, Dawala, Udawala.

Dengan pasangan Dewi Ambarwati Petruk mempunyai seorang anak laki-laki bernama Lengkungkusuma. Dalam riwayat hidupnya, Petruk pernah menjadi raja di negara Ngrancang Kencana dengan gelar Prabu Welgeduwelbeh.
herjaka HS

Energi Matahari

$
0
0
Figur Wayang
Energi Matahari
Basukarno, sesaat setelah diwisuda menjadi seorang Adipadi (lukisan: Herjaka HS)

Kidung Malam 93
Energi Matahari

Di siang hari yang terik, Adipati Karno berjalan menyusuri tepi Sungai Gangga. Air sungai yang mengalir tenang mampu menampakkan wajah matahari secara utuh. Adipati Karno memilih memandangi wajah matahari tidak secara langsung, melainkan melalui gambaran yang dipantulkan oleh air sungai Gangga. Entah mengapa hal itu selalu dilakukukan oleh Adipati Karno sejak kanak-kanak hingga sekarang, saat dirinya telah diwisuda menjadi Adipati, oleh Duryudana. 


Jika ditanya mengapa hal itu dilakukan, Adipati Karno tidak tahu. Hanya saja saat Karno melakukan hal itu, ada getaran energi yang mengalir di dalam tubuh. Energi yang didapat dari pantulan matahari sangat membantu saat dirinya berada pada suasana yang sedang tidak menguntungkan.
Seperti misalnya ketika masih remaja. Karno diolok-olok oleh murid-murid Sokalima saat dirinya ingin ikut bergabung belajar ilmu kepada Pandita Durna. Para murid Sokalima yang terdiri dari Kurawa dan Pandawa mengusir Karno dengan kata-kata:
“Anak kusir diusir, anak ratu dijamu”
Karno tidak menanggapi olok-olokan tersebut, ia berlari meninggalkan halaman padepokan Sokalima, bukan karena takut, tetapi agar tidak menjadi bulan-bulanan oleh mereka. Jika hatinya sedang kacau seperti itu, ada magnet yang amat kuat agar Karno mengadu kepada matahari. Namun dikarenakan matanya tidak kuat menatap secara langsung, ia menatap matahari melalui pantulan yang ada di air. Ajaibnya, pada waktu Karno melakukan hal itu, kegundahan hatinya segera sirna. Ada energi baru yang memungkinkan Karno untuk menghadapi segala olok-olok dan cercaan hidup dengan dada yang tegap dan penuh percaya diri.
Beberapa saat setelah menatap pantulan matahari, Karno pun kembali pada niat semula, yaitu belajar ilmu-ilmu tingkat tinggi di Sokalima.
Entah apa yang terjadi kemudian, senyatanya Karno dapat dengan leluasa mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Pandita Durna dari jarak jauh, tanpa diketahui oleh mereka dan tanpa olok-olok dari murid lain. Dengan penuh ketekunan, dalam beberapa waktu, Karno mengalami kemajuan yang pesat di dalam berolah senjata panah, tidak kalah jika dibandingkan dengan muri-murid Sokalima yang lain, bahkan murid-murid terbaik Sokalima, yaitu Ekalaya dan Arjuna
Adirata bapaknya dan Nyi Rada Ibunya, tidak tahu apa yang dilakukan Karno anaknya, namun kedua orang tua tersebut melihat bahwa anaknya telah tumbuh menjadi remaja yang tampan, terampil, penuh percaya diri dan yang istimewa bahwa Karno tidak pernah mengeluh dalam segala macam kesulitan hidup.
Walaupun Karno tumbuh menjadi remaja yang mempunyai kelebihan dalam segala hal, jika dibandingkan dengan remaja-remaja pada umumnya, Adirata sebagai seorang sais kereta berpandangan sederhana, bahwa Karno diharapkan dapat mewarisi dirinya sebagai sais kereta. Oleh karenanya untuk menunjang hal itu, Adirata membelikan kereta kuda kepada Karno.
Menjadi anak yang berbakti kepada orang tua memang tidak mudah. Ada hal-hal yang perlu dikorbankan sebagai tanda bakti kepada orang tua. Seperti halnya yang dialami Karno, disatu sisi ia harus menerima pemberian orang tuanya berupa kereta kuda untuk belajar menjadi sais, disisi lain Karno tidak pernah bermimpi menjadi seorang sais kereta seperti bapaknya. Oleh karenanya agar tidak mengecewakan orang tuanya, Karno selalu menyisihkan waktu untuk berlatih mengendarai kereta kuda, tetapi tidak untuk menjadi sais kereta, melainkan untuk menjadi senapati perang dikelak kemudian hari.
herjaka HS

Gareng

$
0
0
Figur Wayang gareng
Gareng
Penggambaran tokoh Gareng dalam bentuk wayang kulit Purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)

Gareng

Di padepokan Bluluktiba, tinggallah seorang ksatria muda berwajah tampan bernama Bambang Sukadadi. Sebagian besar dari hidupnya dijalaninya dengan laku tapa. Pada suatu waktu, ketika dalam perjalanan pulang sehabis melakukan tapa, Bambang Sukadadi bertemu dengan seorang pemuda tampan sebaya dirinya, bernama Bambang Precupanyukilan dari padepokan Kembangsore, yang juga gemar menjalani laku tapa. Pertemuan sesama petapa muda tersebut berujung dengan pertengkaran. Masing-masing dari keduanya merasa dirinyalah yang paling tampan, paling sakti dan paling unggul. Untuk membuktikan siapa yang pantas diunggulkan, mereka malakukan perang tanding, satu melawan satu.

Konon perang tanding itu amatlah lama. Jika lelah mereka sepakat untuk berhenti, dan kemudian melanjutkan lagi. Beberapa hari berlalu, ketika perang belum juga usai, lewatlah Janggan Smarasanta manusia cebol yang kemudian menjadi tempat menitis Semar Ismaya, dari padepokan Karang Kadempel. Semar tidak sampai hati melihat wajah dan tubuh kedua rusak. Maka Semar mencoba melerainya dengan kata-kata. Apakah yang kalian perebutkan hai anak muda? Ketampanan? Atau kesaktian? Karena sesungguhnya ketampanan dan kesaktian yang dianugerahkan sudah tidak ada padamu. Lihatlah wajahmu telah rusak dan tidak ada pemenang diantara kalian.
Mendengar seruan Semar, Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan seperti diberi aba-aba, mereka menghentikan pertengkarannya dan lari untuk mendapatkan permukaan air nan jernih untuk melihat wajahnya. Keduanya lungkai dan lemas mendapati wajahnya yang telah rusak. Mereka menyesali perbuatan bodohnya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Atas penyesalan yang diungkapkan, Semar mengangkat mereka menjadi anaknya. Bambang Sukadadi, yang lebih tua diberi nama Gareng. Sedangkan Bambang Precupanyukilan menjadi adik Gareng bernama Petruk.
Mengenai asal-usul Gareng ini ada beberapa versi, ada yang menyebutkan bahwa sebelumnya Gareng ini adalah anak dari pasangan Gandarwa Bausasra dan Nyi Luntrung yang berkuasa di wilayah gunung Nilandusa dengan nama Kucir. Karena disia-siakan Kucir dan Kuncung adiknya di ambil anak oleh Semar dan namamnya diganti dengan Gareng dan Petruk.
Sedangkan menurut versi pedhalangan khusunya yang sering diceritakan oleh dalang Jogyakarta, Gareng sebelumnya adalah anak raja Jin yang bernama Gandarwa Raja Bali, dengan nama Penyukilan. Ia berwajah tampan tetapi nakal. Ia memiliki saudara tua bernama Pecruk. Bersama dengan kakaknya itulah ia sering mengganggu orang yang sedang lewat.
Pada suatu saat ketika sedang melakukan aksi ‘nakal’nya, Pecruk dan Penyukilan berhadapan dengan Semar yang baru saja turun dari Kahyangan, maka diganggulah Semar oleh keduanya. Tetapi Semar melawan bahkan kedua anak itu diinjak-injak hingga tubuhnya rusak.
Akhirnya Pecruk dan Penyukilan mohon ampun dan mengaku kalah. Oleh Semar, kedua anak itu diampuni asal bersedia menemani menjadi pamomong satria. Pecruk dan Penyukilan bersedia menuruti kehendak Semar. Keduanya diangkat menjadi anak Semar. Penyukilan yang lebih dulu rusak tubuhnya, dianggap sebagai saudara sulung dan diberi nama Gareng. Kemudian Pecruk diangkat menjadi anak nomor dua.
Dari beberapa versi tersebut, Gareng ditempatkan sebagai anak angkat Semar yang nomor satu, dan selalu bersama Semar menjadi pamomong satria berbudi luhur. Dalam pewayangan Gareng digambarkan sebagai seorang yang serba cacat. Matanya juling hidungnya bulat, tangannya ceko atau bengkok, perutnya buncit seperti, kakinya pincang karena sakit bubulen. Namun dibalik semua kekurangan pada fisiknya, Gareng adalah seseorang yang sederhana, rendah hati dan jujur. Dalam pentas wayang kulit purwa, Gareng selalu tampil pada tengah malam saat adegan gara-gara. Ia tampil bersama Semar, Petruk dan Bagong.
Gareng mempunyai seorang istri bernama Dewi Sariwati putri Prabu Sarawasesa dari kerajaan Saralengka. Dalam sejarah hidupnya, Gareng pernah menjadi seorang raja bergelar Prabu Pandu Pragola di kerajaan Paranggumiwang. Nama lain Gareng adalah: Nala Gareng, Nalawangsa, Cekruk Tuna, Pancal Pamor, Pegat Waja.
herjaka HS
Viewing all 361 articles
Browse latest View live